makh
Menu Click to open Menus
TRENDING
Home » Coretan Ketum » “Mekar Karena Memar”

“Mekar Karena Memar”

(580 Views) October 23, 2020 2:02 am | Published by | Comments Off on “Mekar Karena Memar”

Oleh: Deni Kurniawan As’ari,  M.Pd. 
Ketua Umum PP PPIB 

Prof. Dr. Cecep Darmawan S.Pd., S.IP., S.H., M.H., M.Si. sudah tak asing.  Sosoknya energik, ramah, dan selalu bersemangat. Ia yang biasa dipanggil “Kang Cewanmerupakan Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Pendidik Insan Bangsa (PPIB). Lahir di kota nanas Subang, pada 29 September 1969 silam. Di kampusnya tempat mengabdi menjabat Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan dan Pendidikan Kedamaian LPPM UPI periode 2016-2020.  Sisi paling menarik Kang Cewan adalah begitu rajin untuk kuliah lagi—S1 dan S2, ketika dirinya sudah dinobatkan sebagai guru besar atau profesor.

“Tak ada yang menyangka. Saya menjadi profesor seperti sekarang. Kehidupan masa kecil dijalani biasa saja seperti kebanyakan anak lain ketika itu, sampai rajin kuliah dimana-mana. Namun, masa kecil saya, alhamdulillah, selalu berkesan,” ujarnya sembari tersenyum.

Kang Cewan dibesarkan dalam keluarga religius dan penuh kasih sayang. Memulai bersekolah di TK di bawah yayasan Kodim Subang kemudian masuk SDN Cigadung Subang bersamaan di Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun, tepatnya pada MI Ampera yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Rupanya pesantren tersebut masih berada dalam pengasuhan kakeknya sendiri K.H. Rustam Effendi (alm. meninggal 1990).

“Jadi sejak duduk di SD saya sudah sekolah merangkap dengan MI. Saat itu mendapat dua ijazah sekaligus yaitu SD dan MI,” kenangnya. Lulus SD dan MI  pun secara bersamaan dan berhasil tamat pada tahun 1982.  Ada pengalaman menarik sewaktu duduk di bangku SD. Dirinya ingat pernah melaksanakan puasa di bulan Rajab selama sebulan penuh. Niatnya hanya ingin puasa saja karena bulan Rajab merupakan bulan yang dihormati. “Tapi itu pun hanya dilakukan ketika duduk di SD kelas 5 atau kelas 6, saya lupa lagi,” tutur Ketua Harian Perkumpulan Guru Besar Indonesia (Pergubi) Jabar ini.

Sejak SD sudah belajar mengaji di MI dan malamnya di masjid lingkungan Pontren Bahrul Ulum. Setamat  SD orangtuanya sempat mau mengirimkan ke pesantren yang berada di Tasikmalaya. Namun, waktu itu Gunung Galunggung meletus, sehingga akhirnya tak jadi.

Prestasinya saat di SD biasa saja. Namun, menjelang kelas 5 sampai kelas 6, mulai dianggap berprestasi dan menjadi wakil SD Cigadung untuk ajang murid teladan/berprestasi. Selain itu sempat mengikuti kompetisi di 3 SD di komplek tersebut. Rupanya berhasil meraih rangking 2.  Selesai SD dan MI, melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Subang. Nah, saat di SMP inilah pernah meraih ranking 2 tepatnya saat duduk di kelas 3. Ia juga rajin mengikuti kegiatan OSIS. Pada tahun 1985 lulus dari SMPN 1 Subang kemudian melanjutkan ke SMAN 1 Subang. Jiwa kepemimpinan kembali terasah ketika sempat menjadi pengurus OSIS dan menjadi anggota Paskibraka Kabupaten Subang. “Alhamdulillah, pernah rangking 1 atau 2 lupa lagi saat  di kelas 3 IPS,” terang Mantan Rektor Universitas Subang ini.

Selepas SMA, diterima di IKIP Bandung (saat ini UPI) melalui jalur PMDK atau tanpa tes  pada jurusan PMPKN (PKN sekarang). “Sebenarnya orang tua menginginkan saya masuk APDN (STPDN), dan saya mencoba ikut tes. Tes awal potensi akademik sudah dinyatakan lulus, namun pengumumannya terlambat diterima untuk ikut tes kesehatan dan lainnya,” kenang Kang Cewan.

Sejak tahun 1988 kuliah di IKIP Bandung. Kemudian tahun 1990 masuk Asrama Putra 1 Sangkuriang IKIP Bandung  sampai lulus. Selama menjadi mahasiswa dikenal sebagai soosk aktifis. Pernah menjadi kader HMI dan Ketua Komisariat FPIPS serta pengurus HMI Cabang Bandung bersama tokoh nasional, Yudi Crisnandi (Mantan Menteri PAN dan RB era Jokowi).

Di kampus menjadi mahasiswa berprestasi peringkat III di FPIPS. Didaulat menjadi Ketua Hima Civics Hukum tahun 1990  dan selepas itu bersama-sama kawan intra kampus lainnya seperti Saan Mustofa (anggota DPR RI) mendirikan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT)  atau Senat Mahasiswa IKIP Bandung (BEM). “Hampir saja saya menjadi ketua pertama SMPT, namun kalah 1 suara ketika musyawarah. Akhirnya saya menjadi Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan,” kenangnya. Akhirnya dipercaya menjadi ketua panitia OSPEK pertama kali tingkat pusat/institut pada tahun 1992 zaman SMPT. Menariknya pernah juga menjabat Sekretaris Umum Unit Catur Mahasiswa IKIP Bandung dan Sekretaris Umum Asrama Mahasiswa 1 Sangkuriang IKIP Bandung. 

Di lingkup organisasi senat mahasiswa LPTK Se-Indonesia, pernah menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Senat Mahasiswa LPTK se-Indonesia (ISM LPTKI ) hasil Musyawarah Nasional  di IKIP Malang, sekitar tahun 1991. Sempat pula menghadiri pertemuan mahasiswa SMPT pertama kali se-Indonesia di UGM tahun 1990, lalu dilanjutkan di SMPT Undip dan SMPT IKIP Bandung. Tercatat juga tahun 1991 ikut jaringan aktifis mahasiswa se-Jawa, yang sempat melakukan demonstrasi ke Istana Negara terkait kapal jepang yang mengangkut Plutonium yang melewati lautan Indonesia. “Saya dan kawan-kawan di kejar-kejar aparat sampai ke depan kantor perwakilan PBB dekat Sarinah,” paparnya.

Lulus S1 Kang Cewan mengikuti kursus Bahasa Inggris di IKIP Malang tahun 1995-1996 untuk persiapan kuliah di luar negeri. Namun, tahun 1997 terjadi krisis moneter dan 1998 puncaknya masa reformasi. Pemerintah membatalkan proyek PGSM untuk kuliah ke luar negeri sementara waktu. Akhirnya kuliah di Unpad dengan mengambil Prodi Ilmu Sosial BKU Administrasi dan dilanjutkan S3 dengan prodi yang sama sampai lulus S3 pada tahun 2009. Sambil kuliah S3, mengambil kuliah S1 Ilmu Pemerintahan di FISIP Universitas Langlangbuana, lulus 2008.  Pada tahun 2008 diangkat Rektor UPI saat itu Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata (sekarang Dubes Uzbekistan) menjadi Direktur Kemahasiswaan pertama di UPI sampai 2012. Diantara itu, pernah menjabat Rektor Universitas Subang (2011-2012), Sekretaris Komisi D Senat Akademik UPI, Pengurus Komisi Disiplin Mahasiswa UPI, dan Dewan Penasehat DKM Al Furqon. Tahun 2016 didaulat Rektor (Prof. Furqon, alm) menjadi Kepala Pusat Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan dan Pendidikan Kemadaian pada LPPM UPI sampai sekarang. Selain itu menjabat Wakil Ketua pada Pusat Kajian Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan UPI, dan Ketua Satker D, pada Dewan Guru Besar UPI.

Prestasinya bertambah ketika tahun 2010 berhasil menjadi Dosen Berprestasi I tingkat UPI dan menjadi peserta Dosen Berprestasi Tingkat Nasional pada tahun yang sama.  Puncak prestasinya tahun 2016, tepatnya bulan Agustus Kang Cewan diangkat oleh Menristekdikti menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Politik. Uniknya saat itu, ia sedang mengikuti kuliah S2 hukum di STHB dan lulus Februari 2017 dengan menyandang sebagai wisudawan terbaik 2017 dengan yudisium “Dengan Pujian”. Pada tahun 2017 kuliah S1 hukum di Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, lulus 2020 ini, dengan yudisium “Dengan Pujian”. Tahun 2015, sempat mengikuti Sabbatical Program di Universiti Sains Malaysia (USM) di Penang.

Motivasinya mengikuti perkuliahan dengan berbagai disiplin ilmu bukan tanpa sebab. “Tujuannya untuk mengembangkan diri mencari ilmu. Saya termasuk orang yang senang belajar kepada siapa pun,” terangnya.

Kang Cewan merasakan hasil belajar di beberapa perkuliahan dengan beragam disiplin ilmu, dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, pergaulan, dan kerap diundang dalam berbagai forum kajian keilmuan yang berbeda-beda. “Kalau soal gelar sebenarnya, patut kita syukuri sekaligus semoga menjadi motivasi bagi anak-anak saya, dan para mahasiswa,” terangnya. Baginya gelar itu amanah, maka gelar itu harus digunakan untuk menularkan ilmu kepada generasi penerus dan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Dia berpesan kepada generasi muda agar jangan puas dengan hanya menguasai satu disiplin ilmu, apalagi kalau S1. “Saya termasuk orang yang tak  begitu menganjurkan disiplin ilmu yang terlalu linier. Belajar ilmu  itu bagus juga kalau sedikit zig-zag alias tidak terlalu linier tapi saling memperkokoh keilmuan diantara masing-masing disiplin ilmu itu, sehingga wawasan jauh lebih luas dan berfikir lebih komprehensif,” tegasnya. Menurutnya dengan beragam ilmu, selain banyak sahabat dengan komunitas ilmuwan, juga banyak pihak yang akan mengundang untuk tampil dalam berbagai forum.

Kang Cewan berharap kepada seluruh mahasiswanya minimal menyelesaikan S2, syukur-syukur sampai S3 dan mendapat gelar profesor. “Mahasiswa saya itu harus lebih sukses, karena itulah salah satu indikator saya sukses mengkader mereka,” ungkapnya sembari tersenyum.

Dia mengingatkan walaupun sudah doktor bahkan profesor, sebenarnya ilmu yang dimiliki tetap akan merasa kurang. Itu pun yang ia alami sehingga terus kuliah lagi di bidang yang berbeda, namun saling menguatkan ilmu, agar terjadia cross fertilization atau saling menyuburkan masing-masing ilmu. Hasil akhirnya menurut Kang Cewan menjadi cross discipline. Prinsipnya selama kuliah harus dapat memosisikan diri sebagai mahasiswa dan segala embel-embel gelar dan pangkat begitu masuk kampus untuk kuliah harus sudah ditanggalkan, agar tidak menjadi beban.

“Meski saya merasakan awalnya canggung juga, tapi lama kelamaan terbiasa. Kesempatan kuliah seperti itu bagus juga untuk menekan ego keilmuan. Jadi tidak masalah, siapa pun dosen yang mengajar tetap beliau guru saya meski mungkin gelar akademiknya belum doktor dan usianya lebih muda,” terang Kang Cewan yang seringkali jadi narasumber di LAN RI,  Widyaiswara Polri, dosen Sespati Polri dan sesko TNI tersebut.

Kepada yang pernah memberi kuliah, ia tetap menghormati sebagai dosen atau gurunya untuk selamanya. Menariknya Kang cewan pernah mengulang beberapa mata kuliah karena nilainya kurang bagus di semester pendek.

Pertanyaan yang seringkali muncul adalah mengapa dan untuk apa kuliah lagi dan kuliah lagi?  Rupanya jawaban Kang Cewan adalah berdasarkan pada prinsip hidupnya yang terilhami dari sebuah judul novel  “Mekar Karena Memar” karya Alex L. Tobing (2002).

Menurutnya kalau ingin sukses dalam hidup maka mesti merasakan “susahnya” terlebih dahulu sewaktu mencari ilmu. Meski tantangan, godaan, hambatan dan ujian silih berganti jangan sampai putus asa. Perlu kesabaran, ketekunan dan pengorbanan. Termasuk harus banyak bangun malam/ibadah tahajud, shaum sunnah senin kamis, dan minta didoakan oleh orang tua sesering mungkin. “Saya sangat yakin bersama kesulitan selalu ada kemudahan yakni pertolongan Allah yang datangnya selalu tepat pada waktunya. Indah dan mekar pada saatnya,” ungkap Wisesa Utama Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) ini.

 

Comment Closed: “Mekar Karena Memar”

Sorry, comment are closed for this post.